Kehangatan matahari pagi dari ufuk timur menggelayuti kulit gelapku, seakan mengucapkan selamat pagi kepadaku. Aku duduk termenug di depan rumahku, tepatnya di kursi tua nan rapuh yang mulai habis di makan oleh waktu. Kegelisahan terus mencakar-cakar pikiranku, bagaikan orang yang kehilangan cahaya di tengah kegelapan. Detik demi detik di pagi ini terasa sangat berat bagiku. “Sebaiknya anda sabar menghadapi kenyataan ini… adik anda…. di diaknosa mengidap penyakit….. kanker otak….”. itulah ucapan dokter tadi malam di suatu rumah sakit di daerah Jakarta. Ketika mendengarnya, telingaku serasa di tusuk oleh pedang yang sangat tajam, dan seakan-akan pedang itu juga menusuk hatiku secara bertubi-tubi. Sebenarnya, aku masih belum bisa menerima ucapan dokter tadi malam. Adikku yang baru berusia enam tahun ini harus menderita penyakit seganas itu. Sekarang, aku baru sadar bahwa prestasi tinggi, nilai bagus di ke...